pancasila memiliki prasyarat menjadi ideologi terbuka karena
2 Pancasila sebagai Ideologi Bangsa. Maksudnya, nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila menjadi cita-cita normatif bagi penyelenggaraan bernegara. Dengan kata lain, visi atau arah penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara Indonesia adalah terwujudnya kehidupan yang berketuhanan, berkemanusiaan, memiliki persatuan, kerakyatan, dan adil.
Penjelasantentang 3 dimensi yang dimiliki Pancasila sebagai
MengapaPancasila Dikatakan Sebagai Ideologi Terbuka Pancasila menganut dua jenis ideologi sekaligus. Menyatukan ideologi terbuka dan tertutup. Tentu ada beberapa alasan mengapa kita bisa memandang pancasila sebagai ideologi terbuka. Terutama karena pancasila mengandung nilai-nilai sebagai berikut: 1. Pancasila Memiliki Nilai Dasar
Dengansifat yang dinamis sehingga dapat berinteraksi dengan kemajuan zaman. Sementara itu, kedudukan Pancasila sebagai ideologi terbuka memiliki peran penting dengan sifat yang aktual, dinamis, dan antisipatif. Yang diharapkan dapat menyesuaikan dengan perkembangan zaman. Baca juga: Pekerja Marahi Emak-Emak Terobos Jalan Sedang Dicor: Enggak
MaknaPancasila sebagai Ideologi Terbuka. Pancasila sebagai ideologi terbuka senantiasa berkembang seiring dengan perkembangan aspirasi, pemikiran, dan akselerasi dari masyarakat. Tujuannya adalah mewujudkan cita-cita untuk hidup berbangsa dalam mencapai harkat dan martabat kemanusiaan. Nilai-nilai dasar Pancasila dapat dikembangkan sesuai
Single Frau Mit Hund Sucht Mann. Sumber satu klaim yang cukup menarik seputar Pancasila ialah potensinya untuk menjadi ideologi terbuka. Potensi ini ibarat pisau bermata ganda yang dapat bermanfaat sekaligus mana klaim Pancasila sebagai ideologi terbuka mengimplikasikan bahaya bagi bangsa Indonesia? Jika memang berbahaya, maka apa solusinya?PancasilaHistorisitas atau sejarah perkembangan Pancasila menunjukkan pada kita pro dan kontra seputar beberapa ideologi seperti komunisme dan satu sisi, pemerintahan Sukarno selama kurang-lebih 21 tahun 1945-1966 menunjukkan penerimaan jika bukan dukungan pada Sukarno sendiri memodifikasi pemikirannya seputar nasionalisme, agama, dan marxisme di era kolonialisme Belanda; menjadi nasionalisme, agama, dan komunisme. Kita tahu bahwa komunisme merupakan varian yang lebih spesifik atau tafsir Vladimir Lenin terhadap marxisme sehingga komunisme juga mendapat sebutan sebagai sisi lain, pemerintahan Suharto selama kurang-lebih 32 tahun 1966-1998 justru menunjukkan sikap antipati dan represif bukan hanya pada komunisme sebagai ideologi tetapi juga pada orang yang bersimpati atau sekadar mempelajarinya sebagai wacana akademis atau karya jelas dalam ingatan sebagian orang bagaimana misalnya jantung bergetar dan bulu merinding pada masa Orde Baru ketika membaca salah satu novel dari Pramoedya Ananta Toer yang mendapat stereotyping sebagai seorang amandemen Undang-Undang Dasar sebanyak empat kali dalam rentang empat tahun 1999-2002 membuka pintu dan membuka ruang seluas-luasnya bagi kapitalisme melalui pasal 33 ayat 4 yang secara eufemistik menggunakan istilah “demokrasi ekonomi.”Dengan demikian, Pancasila nampak sangat terbuka dan fleksibel terhadap pelbagai ideologi yang kontradiktif satu sama lain. Padahal, filsafat Pancasila berkaitan erat dengan pemikiran filsuf Yunani antik bernama Aristoteles sebagaimana klaim Profesor berupaya meyakinkan kita bahwa Pancasila dapat kita urai dengan pemikiran Aristoteles ihwal empat kausa materialis, formalis, finalis, dan efisien.Namun, sebagian penafsir Notonagoro justru mengembangkan klaim tersebut secara arbitrer. Contohnya, mereka secara semena menggunakan kausa finalis Aristoteles untuk menjustifikasi bahwa Pancasila sudah UUD hasil amandemen keempat hanya menyatakan dalam pasal 37 ayat 5 bahwa hanya NKRI yang tak dapat kita konsisten pada pemikiran Aristoteles dan menggunakannya untuk mengembangkan diskursus Pancasila; maka kita seharusnya tidak mengesampingkan prinsip non-kontradiksi dalam logika nilai di dalam Pancasila justru terkesan mengabaikan prinsip non-kontradiksi sebagaimana nilai persatuan berseberangan dengan nilai kerakyatan. Maksudnya, permusyawaratan perwakilan dalam sila keempat sangat rentan pada represi dengan dalih ini nampak jelas dalam Dekrit Presiden 5 Juli 1959 dan Maklumat Presiden 23 Juli 2001 yang mana keduanya secara serampangan membubarkan parlemen atau DPR. Bedanya, dekrit Sukarno berhasil membubarkan DPR hasil pemilu 1955 sedangkan maklumat Abdurrahman Wahid presiden sama-sama menggunakan semangat jika bukan argumentasi persatuan untuk membatalkan proses musyawarah melalui perwakilan di nilai di dalam sila keempat dapat meminggirkan nilai persatuan sebagaimana yang nampak dalam pilpres 2014 dan hanya bangsa Indonesia yang mengalami segregasi sosial sebagai akibat mendukung Joko atau Prabowo, tetapi sebagian pasangan suami-istri justru bercerai karena berbeda pilihan calon yang bercerai sepertinya kecewa ketika pada akhirnya mengetahui bahwa Presiden Joko mengangkat Prabowo sebagai Menteri Pertahanan pada paruh kedua saya belum mendengar atau mendapatkan informasi bahwa mereka yang pernah bercerai karena beda pilihan capres juga ikut rujuk sebagai ideologi terbuka sekilas terkesan positif karena seolah adaptif terhadap berbagai ideologi asing yang masuk ke Indonesia. Bahkan, bangsa ini bukan hanya adaptif terhadap ideologi politis tetapi juga agama yang datang dari Timur Tengah, Asia Barat dan Asia istilah terbuka’ juga memberikan kesan negatif karena nampak “murahan” serta gampangan untuk menerima apa yang asing dan baru. Bahkan, istilah Pancasila’ itu sendiri juga kita pinjam dari istilah yang sama yang terdapat di dalam Buddhisme meski Sukarno tidak mengakui hal ini dalam pidatonya pada 1 Juni Pancasila-atau lebih tepatnya keterbukaan rezim penguasa-terhadap berbagai ideologi asing dan baru juga menyisakan potensi negatif seperti pikiran ahistoris yang nampak pada generasi dosen yang turut mengajar mata kuliah Pancasila di universitas, saya merasakan secara langsung bagaimana mahasiswa semester satu atau dua terpapar tafsir Pancasila yang beraroma Orde Baru, monolitik dan pada taraf tertentu ultra-nasionalistik dari guru di sekolah asal satu akibatnya, saya harus membongkar terlebih dahulu alam pikiran Orde Baru yang menghuni pikiran mahasiswa seputar Pancasila. Hal ini tidak mudah karena mahasiswa sudah telanjur bosan dan antipati pada tafsir Pancasila secara monolitik ala Orde yang menarik bagi mahasiswa justru sisi historis dari perkembangan Pancasila mulai dari rapat-rapat BPUPK pada akhir Mei dan Juni 1945 hingga penetapan UUD pada 18 Agustus lebih spesifik, mahasiswa tertarik pada uraian kritis terhadap buku Risalah Sidang terbitan Sekretariat Negara; yang berpotensi bias karena hanya merujuk pada buku Yamin berjudul Naskah Persiapan Undang-Undang Dasar 1945 jilid pertama tahun Yamin itu menyelipkan salinan naskah pidato Yamin yang ia sendiri tidak pernah menyampaikannya di dalam sidang BPUPK. Dalam naskah itu, Yamin terkesan mendahului Sukarno mengenai isi atau substansi juga tertarik pada ketikan stenografi buatan Ny. TB Simatupang dan Ny. Netty Karundaeng yang hingga tulisan ini saya buat masih belum dapat kita akses di Arsip Nasional. Bahkan, Dr Yudi Latif juga pernah mengaku di dalam sebuah kuliah umum yang terdapat rekamannya di Youtube – mulai menit ke-31 tidak mampu mengaksesnya meski ia ketika itu menjabat sebagai Ketua BPIP Badan Pembinaan Ideologi Pancasila.Ketikan stenografi ini kemungkinan besar tidak memuat naskah tertulis yang Yamin selipkan belakangan di dalam bukunya. Dugaan ini mendapat dukungan dari fakta bahwa Yamin tidak pernah mengembalikan ketikan stenografi yang ia pinjam dari salah satu kakak-beradik menantu Yamin yang juga seorang putri Solo yang mengembalikan ketikan stenografi itu setelah mengetahui pemerintah Belanda mengembalikan salinan serupa setelah mereka merampasnya pada agresi militer ke Pancasila yang keruh atau kusut seperti ini yang justru atraktif dan menantang bagi mahasiswa generasi Y dan Z. Mereka memiliki berbagai alasan yang salah satu di antaranya ialah gugatan dan kekecewaan terhadap berbagai rezim penguasa yang menggunakan Pancasila hanya sebagai alat ketimbang hal ini terus terjadi, maka Pancasila hanya akan menjadi alat untuk memukul lawan politik sebagaimana yang terjadi pada masa Orde Baru. Kelompok masyarakat yang kritis pada Pancasila serta-merta mendapat label anti-Pancasila, ekstrem kanan atau ekstrem mengupayakan Pancasila sebagai ideologi yang bersifat inklusif, maka terdapat beberapa hal yang perlu kita pemerintah dalam hal ini Arsip Nasional perlu membuka akses seluasnya bagi publik untuk membaca salinan stenografi sidang-sidang BPUPK. Hal ini penting untuk menunjukkan bahwa pemerintah terbuka pada berbagai elemen yang berkepentingan dengan sejarah pemerintah perlu merangkul berbagai kelompok masyarakat. Jangan lagi keliru mengampanyekan slogan seperti, “Saya Pancasila” yang seolah menantang atau bahkan mengklaim bahwa orang lain tidak bubarkan BPIP yang mengokohkan dominasi jika bukan monopoli tafsir atas Pancasila. Selama pemerintah masih menganggap perlu untuk mengedukasi masyarakat ihwal Pancasila secara monolitik, maka selama itu juga pemerintah menyimpang dari cita-cita Sukarno bahwa Pancasila merupakan hasil penggaliannya dari alam pikiran bangsa karakter dan sifat inklusif dari Pancasila terletak pada kemampuan bangsa ini untuk merangkul berbagai ideologi yang berkembang di pendirian BPIP dan kampanye berlebihan tentang Pancasila hanya mengesankan sifat dan karakter eksklusif karena penguasa menggunakan Pancasila hanya sebagai alat untuk memukul liyan atau lawan satu sisi, Pancasila sebagai ideologi terbuka bersifat berbahaya karena terlalu membuka diri terhadap berbagai ideologi asing dan baru yang terkadang menimbulkan benturan ideologis seperti yang nampak dalam sejarah perkembangan Pancasila di masa sebagai ideologi terbuka juga berbahaya karena memberikan kesempatan terlalu besar untuk rezim penguasa menggunakannya hanya sebagai alat untuk meraih kepentingan kelompok politiknya dengan berbagai kata lain, Pancasila bukan ideologi terbuka karena ia memiliki semacam pakem berupa rangkaian nilai ketuhanan-kemanusiaan-persatuan-kerakyatan-keadilan. Tepat di sini, warga bangsa perlu mengkritisinya Apakah betul kelima nilai tersebut bersifat koheren satu sama lain?Bukankah klaim Pancasila sebagai ideologi terbuka seharusnya juga menerima nilai ketidakmanusiaan, perpecahan, otoritarianisme dan ketidakadilan; agar konsisten dan konsekuen dengan penerimaan terhadap atheisme dan anti-theisme yang bertentangan dengan sila pertama?Di sisi lain, keterbukaan Pancasila sebagai ideologi mengandung unsur positif dalam hal merangkul mereka yang berbeda. Namun, hal ini mensyaratkan rezim penguasa untuk berhenti mendikte tafsir monolitik atas poin usulan di atas kiranya dapat menjadi solusi untuk mengupayakan Pancasila sebagai ideologi yang tidak terbuka tetapi juga tidak ini nampak aneh bagi mereka yang belum sanggup membebaskan pikiran dari cengkeraman prinsip non-kontradiksi Aristoteles; tetapi hal biasa bagi mereka yang terlatih dengan logika modern yang lebih lentur dan luwes.
Pancasila Sebagai Ideologi Terbuka – Sebagai sebuah ideologi, Pancasila memiliki kedudukan yang tak tergantikan bagi Bangsa Indonesia. Sejak dicetuskannya ide mengenai Pancasila, dasar negara ini pun menjadi kunci pokok dalam berbangsa dan bernegara. Oleh sebab itu, gagasan mengenai Pancasila sebagai ideologi terbuka bukanlah suatu yang harus dipandang sinis. Akan tetapi, lebih kepada nilai yang dikandung Pancasila telah mewakili pribadi bangsa. Pancasila sebagai ideologi terbuka pertama kali dicetuskan oleh Bapak Presiden Soeharto pada tahun 1985. Terkait sifat pola pikir dan berkembangnya masyarakat Indonesia, beliau menegaskan Pancasila harus kreatif dan dinamis. Artinya, sebagai warga negara Indonesia harus mampu berkembang sesuai dengan perkembangan zaman melalui konsensus-konsensus nasional. Hal itu disebabkan karena dalam kehidupan yang dinamis, arus perkembangan zaman semakin meningkat. Sebagai warga negara yang baik, Pancasila sendiri memiliki hakekat P-4 yaitu pedoman, penghayatan, dan Pengamalan Pancasila. Pancasila merupakan ideologi dan falsafah negara. Pancasila menjadi landasan negara dan terkandung nilai dasar yang dapat menggambarkan jati diri Negara Indonesia. Nilai-nilai yang terkandung dalam dalam Pancasila dapat menerapkan kepercayaan masyarakat sehingga Pancasila dapat dipandang sebagai ideologi yang diterapkan Negara Indonesia. Nilai dalam Pancasila juga mengandung nilai yang relevan sepanjang zaman, sehingga Pancasila disebut sebagai ideologi terbuka. Selain itu, kelima sila Pancasila memiliki makna tersendiri yang menggambarkan kemajuan perkembangan zaman. Baca Juga Teks Pancasila Faktor yang Mendasari Pancasila sebagai Ideologi Terbuka Ideologi terbuka telah mampu menyelesaikan persoalan masyarakat Indonesia dengan pola pikir maju dan gaya gerak yang up-to-date. Adanya Pancasila sebagai ideologi terbuka ini untuk memberikan kesempatan pada masyarakat untuk mengolah akal pikirnya seiring berkembangnya zaman sehingga masyarakat turut andil dalam pergerakan. Berikut adalah faktor yang mendasari pemikiran tersebut 1. Menerima Kenyataan bahwa Masyarakat Berkembang Sangat Cepat Sebagai contoh tendensi globalisasi ekonomi yang merupakan ciri khas dari dunia pada abad ke-21. Dalam kasus tersebut, peranan besar tidak dipegang oleh negara atau pemerintah tetapi dipegang oleh badan swasta. Hal itu dikarenakan pemerintah atau negara menangani kasus tersebut relatif lamban. Masih banyak kecenderungan yang menggambarkan kompleksitas lambannya pemerintah atau negara, sehingga gejala-gejala tersebut membutuhkan kejelasan sikap secara jelas 2. Pengaruh Komunisme Sangat Besar Pengalaman sejarah politik di waktu lampau dalam bahasan komunisme berpengaruh dalam keterbukaan ideologi. Karena ideologi komunisme bersifat tertutup. Sehingga Pancasila di masa lampau pernah menjadi kaku. Terdapat aturan-aturan yang tidak dapat dibedakan antara aturan yang dihargai sebagai aksioma dan aturan yang pelaksanaannya disesuaikan dengan perkembangan. Ideologi tertutup merupakan ideologi yang bergerak tanpa mengikuti perkembangan zaman, artinya ideologi tertutup hanya tinggal melaksanakannya saja. Tipe ideologi ini memiliki suatu ajaran, tujuan, dan norma-norma yang telah dianggap benar dan tidak dapat dipersoalkan lagi kebenarannya. Oleh karenanya, ideologi tertutup tidak dapat diubah serta harus diterima dan dipatuhi. Ideologi tertutup biasa disebut dogmatis dan apriori. Dogmatis artinya percaya tanpa adanya kesesuaian terhadap lapangan,tidak ada sikap toleransi. Sementara itu, apriori artinya berasumsi terlebih dahulu sebelum melihat keadaan. Contoh dari ideologi tertutup ini adalah marxisme-leninisme atau komunisme. Ciri-Ciri Pancasila Sebagai Ideologi Terbuka Sebagai sebuah ideologi, Pancasila berfungsi sebagai dasar dan pegangan hidup seluruh warga negara indonesia. Secara tidak langsung, Pancasila pun tercermin dari kehidupan berbangsa dan bernegara. Berikut merupakan ciri-ciri Pancasila sebagai ideologi terbuka Sebagai sebuah ideologi yang terbuka, Pancasila memiliki warna kepribadian sebelum, sesudah, dan saat berlangsungnya masa penjajahan Sifatnya yang kreatif dan dinamis seiring dengan perkembangan zaman, menjadikan Pancasila lebih terbuka terhadap masyarakat. Ketika keterbukaan ini tidak terjadi, maka nila-nilai realitas terhadap Pancasila pada masyarakat akan berkurang. Pancasila juga tergambarkan atas pengalaman bangsa Indonesia terdahulu. Terlebih mengenai masuknya Islam di Indonesia Terbentuk Pancasila tanpa melalui adanya paksaan atau ancaman, karena Pancasila sebagai ideologi yang terbuka muncul atas keinginan rakyat Pancasila bercirikan idealitas, artinya ideologi itu merupakan suatu yang ideal. Masing-masing cita-cita bangsa Indonesia memberikan idealisme yang untuk mewujudkannya. Sehingga harapan, motivasi dan optimisme tidak kala begitu saja Nilai fleksibilitas pun dimiliki oleh Pancasila, sehingga memenuhi kriteria sebagai sebuah ideologi yang terbuka. Ideologi tersebut mampu beradaptasi dengan perkembangan zaman dan mampu memberikan interpretasi-interpretasi baru. Namun, interpretasi tersebut tetap sesuai dengan nilai-nilai dasar Pancasila yang relevan dan sesuai dengan yang di cita-cita kan Bangsa Indonesia. Baca Juga Hari Lahir Pancasila Perwujudan Pancasila Sebagai Ideologi Terbuka Perlu diperhatikan, bahwa keterbukaan Pancasila ini tidak sampai mengubah nilai-nilai dasar Pancasila itu sendiri. Artinya, Pancasila tidak bersifat kaku atau beku, akan tetapi mengalir yang tetap patuh pada dasar negara. Dengan begitu, penjabaran perlakuannya saja yang terbuka seiring zaman. Keterbukaan Pancasila ini sudah dimulai sejak perumusan sila-sila Pancasila. Lima sila Pancasila yaitu ketuhanan yang maha esa; kemanusiaan yang adil dan beradab; persatuan Indonesia; kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan; keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia merupakan hasil keputusan Bersama oleh BPUPKI dan PPKI. Saat perumusan itu telah menggambarkan bahwa Pancasila itu terbuka, karena bersifat demokratis dan meletakkan sifat terbuka terhadap persepsi bangsa nantinya. Oleh karena itu, Pancasila sebagai sebuah ideologi yang terbuka bersifat murni dan konsekuen. Dengan demikian, sifat-sifat ini dapat dikatakan sebagai perwujudan Pancasila sebagai ideologi yang terbuka. Pancasila sebagai ideologi terbuka telah memberikan toleransi yang tinggi terhadap pemerintahan dan segenap perangkat negara. Setelah terjadinya banyak kasus sosial-politis yang saat itu berpengaruh, melihat keterbukaan Pancasila dan toleransinya mengakibatkan perumusan Pancasila pada tanggal 18 Agustus 1945 sebagai dasar negara Republik Indonesia ini sah. Di lain pihak, bangsa Indonesia memberikan ketegasan dan keutuhan dalam mempertahankannya. Seringkali adanya pemberontakan namun dinamika dalam kekuatan berpegang teguh pada Pancasila tetap dipegang oleh bangsa. Karena bangsa Indonesia menerima sejarah secara nasional. Mereka menjaga keteguhan dan kerukunan antar bangsa serta ketuhanan kepada Yang Maha Esa. Baca Juga Monumen Pancasila Sakti Batasan Keterbukaan Pancasila Hanya saja, Pancasila sebagai sebuah ideologi terbuka ini tidaklah apresiatif terhadap perubahan. Keterbukaan Pancasila tidak ada yang menjerumuskan dengan memasukkan aspirasi-aspirasi rakyat tanpa filter. Bukan hal yang mudah pula menerima perubahan dalam bangsa, Pancasila hanyalah mengikuti perubahan itu. Pancasila sebagai ideologi yang terbuka juga bukan berarti memberikan kemudahan dalam memakan sila, artinya Bangsa Indonesia dengan mudah dalam menentang ketika ada suatu persoalan. Mengingat dinamika kehidupan itu sangat drastis, tapi wawasan dan orientasi Pancasila sebagai sebuah ideologi terbuka tidak bisa dimainkan. Akan tetapi, karena adanya banyak sekali tantangan dan ancaman seiring zaman, Pancasila mengukuhkannya dengan membuka peluang untuk berwawasan yang luas. Pancasila telah dirancang sedemikian rupa namun sebaik apapun ideologi Pancasila jika tidak ada dukungan dari sumber daya manusia itu sendiri sama hal nya tidak akan berguna. Oleh karena itu konsep ideologi terbuka ini pun butuh batasan sebagai berikut Pertama, Pancasila secara mutlak nilai dasar atau intrinsiknya dan nilai instrumental dapat disesuaikan dan diganti. Karena nilai instrumental merupakan nilai-nilai lanjutan dari nilai dasar Pancasila itu sendiri. Nilai instrumental ini pun telah tertuang dalam pembukaan UUD 1945 serta perundangan dan peraturan lainnya. Kedua, perubahan dalam nilai instrumental harus dijaga dan diperhatikan kinerjanya. Tidak boleh bertentangan dengan linea recta. Karena hal tersebut menyebabkan meniadakan nilai instrinsik yang bersangkutan. Dari uraian diatas dapat ditekankan bahwasannya Pancasila sebagai ideologi terbuka ini telah aktif sejak dirumuskannya Pancasila. Berideologi terbuka berarti masyarakat mempunyai hak untuk memberikan aspirasi ide-ide atau gagasan yang dapat mendukung jalannya kenegaraan. Dengan begitu, Pancasila sebagai pedoman dan dasar negara ini tidak bersifat tertutup.
Ilustrasi keterbukaan ideologi Pancasilia. Foto Unsplash/Mufid MajnunPancasila adalah dasar negara dan juga ideologi bangsa Indonesia. Dikarenakan zaman yang selalu berkembang, maka Pancasila harus terbuka dalam menyesuaikan dengan kemajuan zaman. Sebenarnya, apa alasan di balik Pancasila perlu tetap menjadi ideologi yang terbuka?Alasan di Balik Pancasila Perlu Tetap Menjadi Ideologi TerbukaIlustrasi alasan di balik Pancasila perlu tetap menjadi ideologi terbuka. Foto Unsplash/Mufid MajnunPada dasarnya, ideologi berasal dari kata idea dan logos. Idea memiliki arti gagasan, konsep, pengertian dasar, maupun cita-cita. Sedangkan logos adalah ilmu, paham atau ajaran. Sehingga, ideologi merupakan konsep dasar tentang gagasan dan buah Pancasila sebagai ideologi adalah dasar pemikiran penyelenggaran negara dan peraturan-peraturan yang dibuat oleh negara tidak boleh melenceng dari sila-sila Pancasila. Pancasila mencerminkan jiwa kepribadian bangsa Indonesia. Pancasila menjunjung tinggi toleransi beragama dan hak asasi sebagai ideologi memiliki beberapa sifat, salah satunya adalah sebagai ideologi terbuka. Apa yang dimaksud dengan ideologi terbuka?Mengutip dari laman Badan Pembinaan Ideologi Pancasila Republik Indonesia, disebut sebagai ideologi terbuka karena Pancasila bisa menyesuaikan diri menghadapi berbagai zaman tanpa harus mengubah nilai ideologi Pancasila tidak kaku dan tidak tertutup, akan tetapi reformatif, dinamis, dan terbuka. Sehingga mampu mengatur kondisi dinamika masyarakat yang sering mengalami perubahan namun tidak mengubah nilai di mengapa Pancasila perlu tetap menjadi ideologi terbuka?Menurut Kaelan dalam buku Negara Kebangsaan Pancasila Kultural, Historis, Filosofis, Yuridis dan Aktualisasinya 2013 menjelaskan mengenai beberapa nilai yang terkandung di Pancasila sebagai ideologi terbuka, yakniPertama, nilai dasar yang mencakup ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, dan keadilan. Kelima hal ini adalah pedoman fundamental yang sifatnya universal, mengandung cita-cita negara, dan tujuan yang baik dan nilai instrumental yang mencakup arahan, kebijakan, strategi, sasaran, dan lembaga yang melaksanakannya. Konsep ini merupakan perkembangan dari yang sebelumnya dasar. Berkatnya, penyesuaian pelaksanaan dari sesuatu yang dasar akan lebih jelas untuk bisa menyelesaikan masalah yang nilai praktis, meliputi realisasi dari instrumental yang sifatnya nyata dan bisa digunakan untuk kehidupan bernegara. Dengan nilai terakhir ini, Pancasila bisa melakukan pengembangan serta perubahan agar bisa sesuai jika diterapkan dalam kondisi masyarakat Indonesia yang Pancasila sebagai Ideologi TerbukaSelain nilai, terdapat tiga macam dimensi yang merupakan syarat Pancasila dikatakan sebagai ideologi terbuka, yaituDimensi idealistis menyangkut nilai dasar yang sebelumnya disebutkan, yakni ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, dan keadilan. Selain itu, idealistis dari Pancasila mampu memberikan harapan, optimisme, dan memotivasi masyarakat sesuai cita-cita dasar yang terdapat dalam Pancasila harus diperjelas dengan aturan atau sistem norma negara. Artinya bahwa Pancasila bisa mengatur sesuatu secara mendalam untuk pelaksanaannya melalui norma yang dibuat atau yang satu ini mencerminkan Pancasila bisa hidup dalam segala keadaan yang sedang terjadi di Indonesia. Berkat dimensi ini, realita yang ada di Indonesia bisa diselesaikan dengan keterbukaan ideologi alasan di balik Pancasila perlu tetap menjadi ideologi terbuka. Dengan ideologi terbuka, Indonesia dapat menyesuaikan diri dengan zaman yang bergerak dengan begitu cepat.MZM
pancasila memiliki prasyarat menjadi ideologi terbuka karena